Sejak
merantau di kota pahlawan ini, saya sudah beberapa kali mendengar tentang
adanya Pasar TP Pagi. TP yang dimaksud di sini tentu bukanlah Tunjungan Plaza,
nama salah satu mall terbesar di Kota Suarabaya yang sangat umum di telinga
para pendatang. Namun TP merupakan singkatan dari Tugu Pahlawan, salah satu
monumen bersejarah khas Surabaya. Pasar
TP Pagi sebagai salah satu pasar tradisional yang ada di Surabaya ini juga
biasa disebut dengan pasar dadakan atau pasar tumpah. Hal ini dikarenakan pasar
TP Pagi hanya diadakan setiap hari minggu pagi, oleh sebab itu juga dinamakan
pasar TP Pagi.
Pasar
ini telah berdiri sejak 15 tahun yang lalu. Menurut Sunarto, salah satu
pedagang tetap di TP Pagi, awalnya para pedagang yang telah tergabung dalam
paguyuban pasar TP pagi ini berjualan di dalam area Tugu Pahlawan, namun karena
jumlah pedagang yang mendaftar sebagai anggota semakin banyak dan keadaan
lokasi berjualan yang kurang memungkinkan lagi, maka tempat berjualan diganti
di sisi-sisi luar Tugu Pahlawan secara memutar, mulai dari jalan Bubutan, depan
Kantor Pos besar, depan Bank Indonesia, depan kantor Pelni dan depan kantor
Gubenur.
Menurut
penamatan saya, respon masyarakat Surabaya terhadap pasar tradisional memang masih
amatlah besar. Jelas terlihat bahwa setiap hari minggu di sekeliling area Tugu
Pahlawan pasti sangat ramai pedagang dan pembeli yang notabene adalah
masyarakat dari seluruh daerah Surabaya. Berbagai macam barang dan makanan
tersedia di pasar ini, dan tentunya dengan harga miring yang masih bisa ditawar
lagi. Meskipun hanya terlihat sebagai pasar tradisional yang tidak senyaman
pasar modern, tetapi perputaran uang yang terjadi di pasar ini cukuplah tinggi.
TP
Pagi sebagai salah satu pasar tradisional di Surabaya memiliki peran yang cukup
besar dalam perekonomian daerah Surabaya. Keberadaan suatu pasar tradisional
seperti TP tidak dapat dipandang sebelah mata. Berdasarkan Perpres No. 112
tahun 2007, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
pemerintah, pemda, swasta, BUMN dan BUMD, termasuk kerja sama dengan swasta,
tempat usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh
pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala
kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli dagangan melalui tawar-menawar.
Itu berarti pasar tradisional seperti TP Pagi berperan sebagai sarana dan
tempat berkumpulnya pedagang kecil dan menengah.
Keberadaan pasar TP Pagi menjadi salah
satu tumpuan ekonomi rakyat Surabaya, baik kelas bawah maupun pelaku usaha
mikro. Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan jumlah pasar
tradisional di Indonesia telah mengalami penurunan sebesar 8,1 persen sepanjang
2011. Berbanding terbalik dengan pasar modern yang tumbuh 31,4 persen pada
periode yang sama. Oleh sebab itulah, Kementerian
Perdagangan menggalakkan program revitalisasi pasar tradisional sebagai salah
satu langkah yang tepat dalam upaya mempertahankan pasar yang menjadi penopang
ekonomi rakyat kelas bawah itu.
Seharusnya
pemerintah memang perlu mengembalikan fungsi pasar tradisional seperti TP Pagi,
tidak hanya sebagai tempat pertemuan penjual dan pembeli, namun juga sebagai
tempat pemasaran usaha kecil dan menengah milik masyarakat sehingga ekonomi
kerakyatan yang terus didengung-dengungkan oleh pemerintah dapat benar-benar
tercapai. Sikap pemerintah yang pro terhadap pasar tradisional memang sangat
dibutuhkan. Misalkan saja sebagai langkah awal, pemerintah dapat mulai
memperbaiki dan memanajemen ulang sarana maupun prasarana yang ada di pasar tradisional.
Pengelola pasar tradisional seharusnya
mampu memberikan arahan kepada pedagang untuk meningkatkan daya saing. Daya
saing tidak selalu mengarah pada harga, tapi dapat pula pada layanan penjualan,
seperti keramahan atau kebersihan lokasi dagang.
Apalagi jika pengetahuan pedagang pasar tradisional
belum menyentuh tren permintaan pasar. Stimulasi daya saing dilakukan bukan
hanya oleh pemerintah, melainkan juga oleh pengelola pasar tradisional. Pengelola pasar tradisional juga dapat berbagi informasi
dengan para pengelola pasar tradisional di daerah lain.
Seperti
yang saya lihat di TP Pagi, pengelolaan pasar tradisional ini masih kurang
begitu baik. Meskipun setiap minggu diadakan, namun sayang, penataan
petak-petak bagi pedagang dan pengaturan parkir pengunjung pada pasar
tradisional ini masih kurang rapi. Para pedagang TP Pagi tidak hanya berjualan
di trotoar pinggir luar area Tugu Pahlawan, tetapi ada juga yang menggelar
dagangan mereka di jalan raya utama bagian pinggir. Ketika pengunjung mulai
membludak, tentu semakin lama pasar ini semakin memakan tempat, termasuk
menyita sebagian ruas jalan raya dan menyebabkan kemacetan bagi
kendaraan-kendaraan yang melalui Jalan Pahlawan. Begitu pun lokasi parkir
kendaraan pengunjung TP Pagi yang juga cukup menyita ruas jalan raya.
Sedikit
contoh permasalahan yang terjadi pada Pasar TP Pagi tersebut dapat menjadi
acuan bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah kota Surabaya, bagaimana
pemerintah seharusnya bertindak untuk mengoptimalisasi kebijakan revitalisasi.
Sebagai tempat transaksi antara penjual dan pembeli, Pasar TP Pagi telah
menjadi salah satu unsur pertumbuhan ekonomi daerah di kota Surabaya. Oleh karena itu, ketegasan dari pemerintah terutama kepala
daerah untuk mempertahankan pasar tradisional ini sangatlah dibutuhkan.