Hari ini, tepat di tanggal 17 Agustus tahun 2015, masyarakat Indonesia sedang semaraknya merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70. Angka 7 memang sangat menarik bagi saya. Selain karena angka 7 merupakan angka ganjil (Allah SWT menyukai segala sesuatu yang ganjil), namun angka 7 juga berkaitan dengan tanggal kemerdekaan kita, yaitu 17. Maka dari itu, tidak heran jika banyak dari kita tentu mengharapkan sesuatu yang spesial di hari lahir bangsa Indonesia yang ke-70 ini.
Di hari kemerdekaan, saya mengawalinya dengan memakai baju korpri dan mengikuti upacara bendera di lingkungan kerja Kementerian Pariwisata. Bukan hanya saya saja kok, tapi saya yakin semua CPNS hari ini lagi bangga-bangganya pakai korpri, hehe.. Tentu dengan alasan yang beragam ya, seperti karena kebanggaan sebagai aparatur sipil negara atau mungkin juga karena baru pertama kali mengenakannya. Namun bagi saya, memakai baju korpri dan mengikuti upacara itu saya anggap sebagai salah satu cara saya dalam menunjukkan rasa bangga saya sebagai bagian dari bangsa Indonesia. :)) Bahasa kerennya, nasionalisme!
Tidak ada yang lebih membanggakan memang, selain menjadi orang Indonesia. Saat saya mengikuti konferensi selama hampir dua minggu di Bangkok, Thailand, lagi-lagi yang saya rindu adalah makanan Indonesia. Masak jauh-jauh ke negeri gajah juga yang dimakan nasi telur dadar (di sana disebut omelet rice :''D). Ketika saya baru saja mendarat di Macau, Cina, yang menyambut saya adalah hujan petir badai super nyeremin (bahkan belum pernah saya alami sekalipun di Indonesia). Makanya saya bersyukur bisa lahir, tumbuh, dan berkembang di negara Indonesia, negara dengan sejuta kekayaan kuliner, keindahan alam yang tak tertandingi dan cuaca yang tergolong stabil (tidak terlalu ekstrim) karena di Indonesia hanya ada dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Bayangkan saja jika Indonesia langganan angin tornado seperti di Amerika Serikat atau topan di dataran Cina, pasti serem banget deh. Saya juga cukup senang di Indonesia tidak terjadi empat musim, apalagi musim salju yang super dingin atau musim panas yang bisa memicu gelombang panas. Mungkin bagi sebagian orang yang belum terlalu paham, negara empat musim, apalagi musim salju itu keren. Padahal hanya dari tampilan visualnya saja memang terlihat lebih menarik dan tidak biasa. Namun kalau sudah benar-benar merasakan musim dingin, saya tidak bisa menjamin kita bisa sangat menikmatinya. Jadi berbanggalah kita yang lahir dan tinggal di tanah air Indonesia ini!
Kembali pada peringatan 17 Agustus saat ini, pesan penting yang disampaikan oleh pembina upacara di lingkungan kerja Kementerian Pariwisata hari ini adalah "70th Indonesia Merdeka - Ayo Kerja". Bagi saya, pesan itu tidaklah sebuah hal baru mengingat sejak pemerintahan Pak Jokowi, Kabinet Kerja selalu digadang-gadang sebagai kunci utama pembangunan bangsa. Menurut saya sih, selama itu bertujuan positif, maka tidak ada salahnya kita dukung. Untuk CPNS seperti saya, terutama bisa memberikan dukungan nyata melalui kinerja saya di kantor nantinya. Toh kalau bangsa ini bisa maju, kita juga kan yang senang? :))
-&-
Membahas mengenai Kemerdekaan RI hari ini, saya tertarik dengan kemerdekaan pariwisata Indonesia. Sudahkah pariwisata kita merdeka?
Beberapa hari yang lalu, seorang sahabat mengirim pesan kepada saya untuk melihat video di YouTube tentang penjualan-penjualan pulau terluar Indonesia. Lebih tepatnya, sebenarnya tentang salah satu objek destinasi wisata yang berupa pulau di ujung wilayah Sumatra Barat disewa serta dikelola oleh investor asing karena pemerintah daerah belum sanggup mengelolanya. Akibat dari hal tersebut, tidak sembarangan orang bisa memasuki kawasan itu. Hanya orang yang telah memiliki ijin atau memang telah reserve cottage di pulau tersebut yang bisa memasukinya. Orang awam yang tidak mau mencari tau lebih lengkap tentang kasus ini tentu akan menganggap adanya penjajahan di jaman modern meskipun prosedur investasi yang dilakukan oleh orang asing tersebut sudah sesuai aturan. Padahal, andai saja kita tahu, sesungguhnya memang masih sangat banyak tempat-tempat wisata potensial di Indonesia ini yang belum bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah sehingga membuat tempat tersebut terbengkalai. Namun giliran ada investor asing yang masuk untuk mengelola, kita menganggapnya sebagai penjajah. Menurut saya, seharusnya kita sendiri lah yang harus malu. Kita tidak perlu merasa harus merdeka dari jajahan bangsa asing. Namun kita sepatutnya merdeka dari ketidakmampuan diri kita sendiri dalam mengelola dan menjaga kekayaan pariwisata bangsa ini. Jadi, sudah merdekakah pariwisata kita saat ini?
Unsur dalam pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata di Indonesia adalah Sapta Pesona, yaitu Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, Kenangan. Jika 7 unsur tersebut ada yang tidak terpenuhi, maka Sapta Pesona pun tidak akan tercapai. Ketika saya berkunjung ke Puncak Darajat di Garut Jawa Barat, saya sedih karena melihat tempat parkir lokasi wisata yang dikelilingi oleh sampah. Meskipun itu hanya tempat parkir, namun itu lokasi pertama yang kita kunjungi saat sampai di destinasi wisata lho ya. The first sight is important! Lalu, sore ini, ketika saya melewati kawasan Monumen Nasional (Monas) di Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, saya senang sekaligus sedih. Saya bahagia karena kawasan Monas hari ini sangat ramai dikunjungi wisatawan lokal. Namun sayang, kebanggaan saya harus sedikit ternoda saat melihat semakin banyak sampah yang berceceran di pinggir jalan raya maupun di rerumputan hijau yang seharusnya menjadi penyedap mata.
Dalam mengisi waktu luang saya, tidak jarang juga saya mengunjungi tempat-tempat perbelanjaan di Jakarta. Wisata belanja merupakan salah satu jenis wisata minat khusus yang harus dikembangkan, apalagi oleh kota metropolitan seperti Jakarta. Namun apa yang akan anda rasakan jika saat ingin membeli suatu barang dan bertanya pada para pramuniaga, ternyata mereka merespon anda dengan wajah jutek. Hal serupa juga pernah saya temui ketika akan mengisi ulang kartu untuk naik busway atau TransJakarta. Pagi-pagi saya ke halte busway, yang ada saya justru disuguhi muka super jutek dan omelan gak jelas dari petugas loket halte busway. Itu hanya segelintir contoh tidak terpenuhinya salah satu unsur Sapta Pesona. Jadi, sudah merdekakah pariwisata kita jika unsur Sapta Pesona saja belum bisa terpenuhi dengan baik?
Dalam mengisi waktu luang saya, tidak jarang juga saya mengunjungi tempat-tempat perbelanjaan di Jakarta. Wisata belanja merupakan salah satu jenis wisata minat khusus yang harus dikembangkan, apalagi oleh kota metropolitan seperti Jakarta. Namun apa yang akan anda rasakan jika saat ingin membeli suatu barang dan bertanya pada para pramuniaga, ternyata mereka merespon anda dengan wajah jutek. Hal serupa juga pernah saya temui ketika akan mengisi ulang kartu untuk naik busway atau TransJakarta. Pagi-pagi saya ke halte busway, yang ada saya justru disuguhi muka super jutek dan omelan gak jelas dari petugas loket halte busway. Itu hanya segelintir contoh tidak terpenuhinya salah satu unsur Sapta Pesona. Jadi, sudah merdekakah pariwisata kita jika unsur Sapta Pesona saja belum bisa terpenuhi dengan baik?
Banyak yang bilang, sektor pariwisata itu merupakan lima besar penyumbang pendapat negara. Namun kenapa masih banyak bagian tubuh dari pariwisata ini yang masih belum diperhatikan dengan baik? Apakah para pemangku kepentingan (stakeholder) di bidang pariwisata ini sudah benar-benar sadar wisata? Tentu jawabannya masih diragukan, maybe yes, maybe not yet. Oleh sebab itu, di hari kemerdekaan bangsa kita ini, saya mengajak kalian semua untuk bisa mengaca pada diri kita sendiri. Tidak perlu menyalahkan pihak asing, tidak perlu menyalahkan faktor x, faktor y, faktor z dan seterusnya. Namun lebih baik lihatlah ke dalam diri kita sendiri, sudahkan kita berusaha untuk bisa memperjuangkan kemerdekaan pariwisata negara kita, Indonesia, dengan maksimal?
Indonesia itu indah, Indonesia itu kaya.
Sesungguhnya saya pribadi lebih sakit hati jika yang merusak pariwisata Indonesia itu adalah rakyat Indonesia sendiri.
Jadi, yuk, mari kita perjuangkan pariwisata Indonesia!
Lestari alamku, lestari budayaku, pesona Indonesiaku!
Happy Independence Day!
*It's time for me to switch the "off" button from office stuff for a moment and replace it with the new things I'm waiting for*
Now here I am, I am gonna telling you about how I spend my last 2 weeks.
So, let's check it out ;-)
-&-
Pertama kali mendapat tawaran untuk ikut Diklat Teknis Pariwisata ini dari postingan salah seorang rekan kerja di grup CPNS Kemenpar. Awal baca, masih galau sih, karena jadwal diklat sudah dimulai siang tadi, dan jika berniat untuk ikut, besok pagi sudah harus ada Wisma Hijau, Cimanggis, Depok, tempat diklat dilaksanakan. Padahal posisi saya saat itu masih lembur di kantor sampai jam 9 malam, tapi kalau mau nyusul ikut diklat, harus udah ada di Wisma Hijau besok pagi jam 7 tepat. Langsung facepalm. :/
Kemudian saya ceritakan info tersebut pada atasan saya. Banyak yang bilang, diklat itu penting, kita bisa dapet ilmu banyak banget tentang pariwisata Indonesia. Atasan saya juga bilang kalau diklat itu asik kok, karena kita gak akan melulu nerima materi di kelas, namun juga ada observasi lapangan yang membuat kita bisa langsung terjun ke destinasi wisata yang akan dianalisis. Berdasarkan angin-angin positif itulah, akhirnya membuat saya semakin penasaran, seperti apa sih Diklat Teknis Pariwisata ini?
Dalam hati, tiba-tiba saja keinginan untuk ikut diklat muncul. Saya cuman penasaran sebenernya, tentang keasikan ikut diklat ini, plus pengen nambah pengetahuan juga sih di bidang pariwisata karena memang hal itu akan banyak saya butuhkan dalam menunjang pekerjaan saya di kantor. Jadilah akhirnya saya minta ijin ke atasan, and lucky me, they fully supported me.
Sabtu, 1 Agustus 2015 pukul 07.00 saya sampai di Wisma Hijau. Setelah ijin sama panitia, saya mulai ikut kelas kedua diklat (yang tentunya masih pertama dong buat saya gara-gara saya nyusul, hehe). Hari pertama masuk kelas, saat itu juga langsung gabung sama kelompok tugas yang udah terbentuk dan langsung juga jadi penyaji paparan (presentasi tugas berupa PPT), padahal saya gak ngerti tugas apa yang lagi mereka bahas. Tapi, karena keterpaksaan itulah, jadi bikin diri ini mau gak mau harus ngerti secara kilat sampai akhirnya justru dari titik inilah saya mulai menikmati diklat ini (I guess what other said is true, kalau diklat ini asik :p)
Saya resume aja ya kira-kira apa aja sih yang dibahas di Diklat Teknis Pariwisata Tingkat Dasar ini :))
Jadi, tanggal 31 Juli-7 Agustus adalah jadwal kita buat nerima materi di kelas. Materi yang diberikan di antaranya :
- Pengantar Kepariwisataan (Drs. Benjamin, M.M)
- Poduk Kepariwisataan (Abdul Kohar Rifai)
- Interaksi Kepariwisataan dan Lingkungan (Hengky Hermantoro)
- Paradigma Pembangunan Kepariwisataan (D.R. Acep Hidayat, M.M)
- Pemasaran Kepariwisataan (Denny Farabi, S.E. M.M)
- Wawasan Pembangunan Kepariwisataan Nasional (Bp. Mahhmudin)
Kalau mau cerita satu-satu tentang materi diklat, tentu satu artikel ini gak akan cukup (karena terlalu panjang pastinya). Mending saya cerita tentang poin-poin menarik yang saya dapat dari materi yang saya dapet di kelas ya.. :))
Karena saya menyusul di hari kedua, akibatnya saya gak dapet materi dari Pak Ben tentang Pengantar Kepariwisataan. Tapi berdasarkan paparan yang saya sajikan, saya bisa menangkap sih, bahwa inti dari materi ini adalah mengenalkan tentang apa itu kepariwisataan dan apa strategi kepariwisataan yang digunakan oleh Kementerian Pariwisata.
Sejak saya masuk kantor ini, ada satu hal yang menurut saya gak ada satu orang pun yang gak tau, yaitu tentang strategi DOT, BAS, POS. Apa sih itu?
Jadi, DOT, BAS, POS merupakan startegi yang dipakai Kemenpar saat ini (sejak dipimpin oleh Pak Arif Yahya).
DOT = Destination, Origin, Time (Pemasaran)
BAS = Branding, Advertising, Selling (Promosi)
POS = Paid Media, Owned Media, Social Media (Media)
DESTINATION merupakan wilayah yang dijadikan sebagai destinasi wisata. Kemenpar sendiri saat ini mengutamakan 3 daerah, yaitu Great Batam, Great Jakarta, dan Great Bali. Kenapa hanya tiga daerah itu saja? Karena 3 daerah itu merupakan daerah yang menjadi pintu masuk wisatawan mancanegara paling banyak. Tapi itu gak menutup kemungkinan buat kita untuk memasarkan daerah lain lho ya. Karena memang strateginya tiga daerah itu hanya menjadi pintu masuk namun penyebaran wisatawan tetap merata ke seluruh wilayah di Indonesia. Misalkan saja, ketika seorang wisatawan masuk ke Indonesia melalui Bali, maka mereka bisa melanjutkan perjalanan ke NTT maupun NTB.
Sedangkan ORIGIN merupakan asal negara yang menjadi target utama wisatawan mancanegara kita, yaitu Singapura, Malaysia, Australia, Cina dan Jepang. Wisatawan dari kelima negara tersebut merupakan lima terbesar yang mengunjungi Indonesia. Oleh sebab itulah mereka menjadi sasaran utama kita.
Selanjutnya TIME, merupakan waktu yang tepat bagi wisatawan untuk mengunjungi Indonesia, yaitu market seasonality atau pola musiman pasar.
Untuk implementasi strategi promosi BAS, target utama adalah untuk pasar ASEAN karena memang negara ASEAN adalah negara terdekat kita, tetangga paling dekat sehingga lebih mudah untuk diajak berwisata di Indonesia (faktor kedekatan geografis).
PAID MEDIA yang digunakan oleh Kemenpar mengacu pada empat jenis media, yaitu media elektronik, media online, media cetak dan media ruang. Namun selain itu, Kemepar juga telah mempunya situs resmi pariwisata Indonesia, yaitu www.indonesia.travel (OWNED MEDIA) dan juga beberapa akun social media yang dinamai ind.travel (SOCIAL MEDIA).
Menurut saya pribadi, strategi yang digunakan oleh Kemenpar saat ini sudah cukup bagus, Asalkan bisa dilaksanakan dengan maksimal, maka hasil yang diperoleh pun pasti juga akan maksimal (insyaallah :D)
Selain mengenai strategi, ada juga pembahasan yang sangat menarik bagi saya, yaitu saat kelas Pak Hengky yang membicarakan tentang interaksi kepariwisataan dan lingkungan. Ketika membahas materi ini, saya langsung teringat dengan artikel yang membahas mengenai bagaimana Pulau Sempu (Malang, Jawa Timur) saat ini yang semakin rusak akibat ulah wisatawan yang kurang bertanggung jawab. Di dalam artikel bahkan disebutkan bahwa sebenarnya status Pulau Sempu itu adalah sebagai cagar alam, bukan sebagai tempat wisata sehingga tidak seharusnya dimasuki sembarangan orang. Status kepemilikan Pulau Sempu adalah dibawah pengelolaan Kementerian Kehutanan, namun Kementerian Pariwisata juga ikut memasarkan Pulau Sempu sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Malang. Lalu, bagaimana kita bisa menanggapi persoalan ini? Maka bertanyalah saya pada Pak Hengky.
Kemudian beliau menjawab bahwa sebuah cagar alam tetap memungkinkan untuk dijadikan sebagai destinasi wisata, namun mungkin lebih baik sifatnya dibuat eksklusif seperti Pulau Komodo misalnya. Jadi jika dibuat eksklusif, baik dari segi harga tiket masuk ataupun syarat dan ketentuan untuk wisatawan yang boleh mengunjungi diperketat (misal maksimal hanya berapa hari, ada ketentuan barang-barang yang boleh dibawa dan syarat lainnya), maka kemungkinan besar kelestarian Pulau Sempu bisa lebih terjaga. Sebab yang bisa masuk ke Pulau tersebut memang benar-benar wisatawan yang tepat. Namun jika Pulau Sempu tetap menjadi tempat wisata massal yang boleh dikunjungi oleh siapapun, kapanpun dan berapa lama pun, akibatnya bisa seperti saat ini, pemandangan pantai di Pulau Sempu yang dulunya bersih dan indah mampu berganti menjadi tumpukan sampah akibat ulah para wisatawan yang kurang sadar lingkungan. Sebab pada dasarnya pariwisata itu sifatnya tidak merusak kok, namun pariwisata itu hadir untuk kesejahteraan rakyat.
Mendengar penjelasan dari Pak Hengky, tentu saya sangat setuju. Memang, alam Indonesia ini terlalu indah untuk dirusak. Jadi inget waktu di kantor saya tanya sama atasan, kenapa harga tiket ke Pulau Komodo mahal banget ya? Lalu atasan saya menjawab, lebih baik begitu, biar yang dateng ke Pulau Komodo itu benar-benar orang yang memang pengen banget ke sana. Kalau orang itu pengen banget ke sana, pasti dia gak bakal tega ngerusak habitat yang ada di Pulau Komodo (karena dia sudah sangat paham apa sebenarnya alasan dia pergi ke sana). Kalau Pulau Komodo dijadikan sebagai wisata massal, yang ada kasihan habitat di sana, pasti bakal rusak. Yup, saya memang gak menampik sih, kalau masih banyak masyarakat kita sendiri yang belum sadar tentang tourism sustainable development.
Terkait dengan pembahasan tourism sustainable development, saya jadi teringat dengan rekomendasi dari Pak Acep untuk nontok video di YouTube yang berjudul "Belakang Hotel". Itu merupakan video dokumenter yang dibuat oleh Watchdoc untuk mengekspose bagaimana dampak kehadiran suatu hotel di Kota Yogyakarta yang bisa menyebabkan masyarakat sekitar hotel menjadi kekeringan atau sulit air. To be honest, video itu bagus banget dan recommended buat ditonton. Lalu, balik lagi sama prinsip awal tadi, kalau pada dasarnya pariwisata itu sifatnya tidak merusak kok, namun pariwisata itu hadir untuk kesejahteraan rakyat.
Sebenarnya banyak banget ilmu yang saya dapet dari diklat ini, cuman terlalu susah aja kalau menjabarkan semuanya di sini, haha. Tapi saya sangat bersyukur bisa ikut diklat ini. Setidaknya bisa membuka mata saya tentang dunia kepariwisataan.
-&-
Selanjutnya tanggal 10-14 Agustus 2015, diklat dilanjutkan Observasi Lapangan (OL) ke Garut, Jawa Barat. Di Garut ini, kami mengunjungi Pabrik Dodol "PICNIC", Toko "Chocodot", Toko Kerajinan Kulit, dan Puncak Darajat. Sejujurnya saya agak kecewa sih karena hanya mengunjungi sedikit objek wisata. Padahal menurut brosur pariwisata Kota Garut yang saya peroleh, banyak banget tempat wisata yang menarik lainnya di Garut itu. Namun apadaya, jadilah kami hanya bisa memaksimalkan kunjungan kami ke daftar kunjungan yang ada. Tujuan kami melakukan kunjungan tersebut sebenarnya juga terkait kertas kerja kelompok yang harus kami buat juga nantinya, yaitu analisis seputar produk kepariwisataan, pemasaran pariwisata dan SDM kepariwisataan.
Saya agak bingung mau cerita tentang apa mengenai kunjungan ini, karena overall tempat yang dikunjungi itu udah terkelola dengan baik. O iya, kecuali satu tempat sih, yaitu Puncak Darajat. Banyak yang bilang kalau ini adalah salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat pergi ke Garut. Puncak Darajat terkenal dengan pemandian air panasnya dan Kawah Darajat. Pemandian air panas ini dalam bentuk Water Park yang untuk masuk harus membayar tiket seharga 20rb. Sayangnya saya beserta rombongan tidak sempat merasakan pemandian ini karena keterbatasan waktu. Namun menurut pengamatan saya, sebenarnya tempat wisata ini recommended, punya potensi, namun untuk menuju ke tempat ini kurang ada direction yang jelas. Saat sampai di Puncak Darajat juga tidak ada pegawai dari pengelola yang meng-guide kami untuk mengunjungi tempat wisata yang ada di sekitar itu. Karena kecewa tidak bisa masuk ke pemandian air panas, akhirnya saya bersama rombongan memutuskan untuk naik ke atas lagi mengunjungi Kawah Darajat.
Jarak Kawah Darajat dari Water Park atau tempat pemandian air panas tidaklah begitu jauh, mungkin sekitar 2-3 km, namun struktur jalannya naik menanjak ke atas. Karena belum ada sarana transportasi resmi untuk menuju ke atas, jadilah kami menerima tawaran para penyewa mobil pick up untuk mengantarkan kami ke atas. Sekali antar kami dikenakan biaya 10rb per orang. Sesampainya di atas, terlihat papan tulisan Kawah Darajat. Memasuki kawasan Kawah Darajat, sejujurnya masih agak jauh juga dari bayangan saya, terutama yang saya lihat di brosur. Di brosur, Kawah tersebut terlihat cukup bagus, namun pada kenyataannya Kawah Darajat justru terlihat seperti bekas lokasi penambangan yang sudah tidak terurus. Sayang banget coba. Padahal sebenarnya tempat ini punya potensi wisata yang cukup besar juga. Ya semoga ke depannya, Pemerintah Daerah setempat bisa melakukan pengelolaan tempat wisata di daerahnya dengan lebih baik lagi.
Sepulang dari kunjungan ke tempat-tempat wisata tersebut, yang kami lakukan adalah membuat kertas kerja kelompok lalu mempresentasikannya di depan panitia dan narasumber. Alhamdulillah dari sembilan belas orang peserta kami dinyatakan lulus diklat semua. Meskipun ada positif dan negatifnya dalam mengikuti diklat ini, tapi saya gak menyesal kok. Karena setidaknya saya telah mampu menjawab rasa penasaran saya terhadap diklat ini (yang katanya asik, yang katanya emang penting, hehe). Saya pun juga bisa dapet banyak ilmu dari diklat ini plus bisa membuka pengetahuan saya dengan lebih luas tentang dunia kepariwisataan. Semoga lah tahun depan bisa ikut Diklat Lanjutannya, hahaha..
Wednesday - August 6th 2015
"I may sleep without any layer
I may dream without any hesitation
But I can't live without any passion"
Terkadang masih ada pertanyaan dalam benak saya, whether I made the right decision or not. My childhood was full of creative stuff. Then it continued to scientific, and now, here I am, a social person.
Well, for somebody, passion is kind of either a nerve or a blood, which make us live as long as we breath. Hmm, agak berat memang jika berbicara tentang passion. Bagi saya, passion is more important than any idea. Through my passion, I absolutely can define the real I am, and recognize my happiness. Oleh sebab itulah, I will be on fire when I am doing the thing I passion in.
Sebenarnya saya tidak berniat untuk membuat artikel panjang dan sangat berbobot seperti biasanya. Saya hanya ingin membunuh rasa rindu untuk menengok halaman blog ini dan menulis sepatah dua patah kata. Meskipun pada kenyataannya saya menulis lebih dari dua kata ya, haha. Yet, to be honest deh, I love this activity, telling you about anything through my writing.
Masih berkaitan dengan apa yang saya tulis kali ini, menulis memang menjadi salah satu passion saya. When I write an article, I feel like I get a breath of fresh air. Seperti efek relaksasi jadinya. Mungkin sebagian orang punya caranya masing-masing untuk bisa release dari stress dan segala aktivitas yang mengikat sehari-hari. Namun seperti inilah salah satu cara yang saya lakukan saat otak dan kepala saya mulai susah diajak koordinasi; menulis, melukis dan fotografi merupakan beberapa hal yang telah masuk dalam list of my self healing, literally the best solutions at all.
Akhir-akhir ini kegiatan saya memang mulai padat merayap. I enjoy it. But still, I need something to recharge this body and soul. Sejak dua hari ini saya mulai sering mengambil potret-potret menarik di sekitar saya. Ya, melalui hasil fotografi yang bagus, saya merasa bisa sedikit tersenyum dengan menikmati setiap detail seni yang tergambar di dalamnya. Maybe I could share it in the next story (next posting). Sedangkan untuk menulis membutuhkan waktu yang lebih. Oleh sebab itu sebelum menulis saya harus menyisihkan waktu sedikit seperti saat ini. Kalau melukis, sejujurnya saya sudah mulai jarang melakukannya. But nowadays, I prefer to create a design through computer software rather than manually.
Mungkin cukup sekian dulu sharing dari saya. Sesungguhnya banyak sekali yang masih ingin saya tulis, tetapi saya harus menyiapkan waktu lebih untuk menulis beberapa artikel. Maybe this weekend (I hope). Semoga saya bisa melaksanakannya sesuai rencana. :)