Komunikasi merupakan ketrampilan inti untuk membangun hubungan positif dengan stakeholder. Modal utama dalam komunikasi efektif adalah kemampuan mendengarkan. |
Semasa kecil, saya tidak terlalu terbiasa berhadapan dengan orang lain. Jika ada suatu hal yang mengharuskan saya untuk berinteraksi dengan orang lain, pasti satu kalimat andalan saya kemukakan pada Ayah saya, "Cara ngomongnya gimana?". Disuruh beli cabe seperempat kilo ke warung deket rumah sama Ibu, pasti sebelum cus berangkat juga tanya dulu, "Cara ngomongnya gimana ya?".
Bukan Bunda salah mengandung. Bukan Ayah salah mengasuh pula. Hanya saya memang sedikit pemalu. Sukanya malu-malu kucing kalau ketemu orang baru atau orang yang belum terlalu akrab. Apalagi kalau disuruh bicara di depan umum, duh, deg-degannya bikin jantung mau copot, ya malu, ya takut salah omong. Karena kemampuan komunikasi yang terbatas itulah saya jadi susah gampang akrab sama orang. Kadang pengen juga kayak temen-temen lainnya yang bisa luwes bergaul sama siapa aja. Tapi ya gimana ya, dasarnya emang udah agak kaku dan pemalu gini XD.
Sampai suatu hari, terjadi perubahan (cukup) drastis dalam diri saya. Orang yang kenal saya tapi jarang ketemu juga heran, tanya ke saya, "Kayaknya kamu dulu gak kayak gini deh. Gimana ceritanya?" Jawabannya mungkin simple, perjalanan hidup dan pengalaman lah yang membawa saya ke titik ini. Masih ingat kan kata pepatah, yang bilang, kalau kita bergaul dengan penjual minyak wangi maka kita akan tertular bau wanginya.
Yup, semuanya bermula saat saya iseng daftar beasiswa Mien R.Uno Foundation (MRUF) dan akhirnya lolos hingga tahap akhir. Beasiswa ini adalah beasiswa kewirausahaan yang gak cuma kasih modal mahasiswa buat bangun bisnis melalui dana beasiswa bulanannya, namun juga kasih kita ilmu bermanfaat, bahkan kasih kita keluarga baru. Di MRUF saya mendapatkan banyak sekali energi positif. Beragam pelatihan saya terima dan yang paling berkesan adalah pelatihan pertama kita di eCamp (Enterpreneurship Camp). Kalau kalian bayangin ini pelatihan super ngantuk dan bosenin, yang cuman ngomongin tentang teori-teori, kalian salah. Karena eCamp itu isinya cuman permainan-permainan seru dan bermakna. Di eCamp saya pertama kali sadar tentang pentingnya komunikasi, ikhlas dalam memaafkan, gimana kita berusaha untuk self talking, komunikasi sama diri sendiri tentang apa yang kita butuhkan dan kita inginkan, bagaimana kita bisa intropeksi diri sendiri. Sebab kelemahan kita kan di situ, lebih sering menyalahkan orang lain dibandingkan harus mengaca pada diri sendiri tentang hal-hal kurang tepat apa yang telah kita lakukan.
"Tuhan memberi kita dua telinga satu mulut, agar kita dapat lebih banyak mendengar daripada berbicara."
Saya kadang masih jadi tipe pendiam, tapi diamnya saya karena saya ingin lebih banyak mendengar dan memperhatikan dan tidak banyak berbicara. Dari observasi yang saya lakukan juga, saya jadi semakin paham, bahwa naluri manusia adalah berbicara. Selalu ingin didengar, bukan mendengar. Tapi kalau kita gak bisa kontrol naluri itu, yang ada bikin kacau. Bayangin aja kalau ada sepuluh orang dalam satu ruangan yang sama dan semua orang maunya ngomong sendiri, gak ada yang dengerin, ujung-ujungnya miss komunikasi terus berantem deh.
Di sisi lain, saya kadang juga bisa sangat cerewet, lebih-lebih abis masuk penjurusan Manajemen Pemasaran semasa kuliah, yang isinya anak-anak talk actived, makin ketularan cerewetnya. Tapi saya berusaha memposisikan diri dengan baik. Di saat butuh banyak omong, saya akan cerewet, tapi ketika saya memang lebih baik banyak mendengar, maka saya akan diam sesaat. Meski gak bisa saya pungkiri juga, bahwa dalam menyeimbangkan kedua hal tersebut gak mudah. Di suatu waktu yang lain saya juga pernah gak betah jadi pendengar dan kelepasan ngomong banyak. Hasilnya? KONFLIK. Makanya, saya akui saya pun juga masih perlu banyak belajar.
-&-
"Komunikasi yang buruk berawal dari kemampuan mendengar yang buruk. Dalam berdiskusi sering kali kita mendengar kritik atau pendapat yang buruk tentang diri kita atau pendapat yang kita sampaikan, Seorang komunikator yang baik akan memasang telinga dengan disertai pikiran positif, sikap empati dan menghargai lawan bicara. Ia akan fokus kepada hal-hal yang positif dari suatu pembicaraan. Pada gilirannya sikap ini akan mendorong lawan bicara untuk bersikap hormat dan menghargai sehingga membentuk pola komunikasi yang konstruktif dan ikatan emosional yang positif." -dikutip dari Modul Pelatihan Analis Kebijakan 2015
-&-
Manusia bisa disebut egois jika hanya mau berbicara tapi tidak mau mendengarkan, hanya mau dibenarkan tapi tidak mau disalahkan. Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, sikap seperti itu tidak dapat terus kita terapkan dalam kehidupan, kecuali kalau memang beneran mau hidup sendiri aja lho ya, hehe.. Saya pun dulu pernah gitu, tapi seiring bertambahnya pelajaran hidup, saya jadi banyak intropeksi diri. Sebelum menyalahkan orang lain, lebih baik kita ambil kaca, ngaca sama diri sendiri, komunikasi sama diri sendiri, sebenernya apa yang salah dalam diri kita hingga suatu konflik itu terjadi. Mungkin kita yang salah dalam cara berkomunikasi, mungkin kita yang pelupa, mungkin kita yang gak sengaja bertindak atau berbicara yang menyinggung perasaan orang lain atau kita yang salah tafsir dan kurang komunikasi dengan lawan bicara. Kuncinya : Stay Positive Thinking
Komunikasi itu kayak kita sama jodoh kita, intinya harus saling melengkapi. Kalau yang satu lagi ngomong, satunya harus mendengarkan. Kalau yang satu salah, yang lain cukup mengingatkan. Duh, jadi baper kan XD, haha.. Tapi emang di situ sih seninya berkomunikasi.