Bagi saya, setiap kertas hasil IELTS ini merepresentasikan perjuangan saya dalam rangka mewujudkan cita-cita dan harapan saya, yaitu menempuh pendidikan di luar negeri. Dulu waktu kuliah, gak pernah sekalipun kepikiran buat ambil les atau tes IELTS. Selain karena emang gak ada urgensi, saya juga merasa masih cukup dengan kemampuan Bahasa Inggris saya yang digunakan baik di dalam kampus maupun kegiatan di luar kampus. Namun, sejak mimpi untuk melanjutkan pendidikan di negara orang mulai muncul kembali, akhirnya sampai juga saya di momen-momen tersebut. Yes, this is my IELTS Journey!
Pertama kali saya kepikiran untuk tes IELTS sejak lulus kuliah. Pada saat itu saya berencana mulai mencoba apply beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS). Namun karena mempertimbangkan isi kantong yang tidak seberapa (maklum, baru lulus kuliah dan dalam masa berjuang, jadi kondisi finansial juga masih serba berkecukupan :D), akhirnya saya memutuskan untuk mengambil tes TOEFL ITP yang notabene lebih murah. Lucky me, beasiswa AAS termasuk beasiswa yang gak terlalu ribet urusan persyaratan Bahasa Inggris, bisa pilih apply pake TOEFL ITP atau IELTS, dengan nilai minimum yang ditentukan juga tidak terlalu tinggi. Saya kemudian mencoba mendaftar di tahun 2014 dengan nilai TOEFL ITP sekitar 530. Tapi ya karena aplikasi saya belum terlalu matang, jadinya saya gagal juga, hehe..
Setelah itu di awal tahun 2015 alhamdulillah ketrima kerja di Kemenpar, mulai makin sibuk di 2 tahun awal, jadi sempet lupa sama cita-cita kuliah di negara orang. Baru sekitar tahun 2017, sebersit memori masa lalu mengingatkan saya kepada beberapa impian yang belum tercapai. Didukung oleh lingkungan sekitar yang ternyata juga mulai banyak memotivasi saya untuk melanjutkan pendidikan dan sepertinya, tidak ada salahnya juga kembali mencoba berbagai macam kesempatan beasiswa yang ada. Di tahun 2017 inilah saya pertama kali coba-coba tes IELTS. Yes, beneran coba-coba tanpa persiapan yang cukup. Awalnya saya pikir, mungkin IELTS gak jauh beda dari TOEFL. Saya hanya baca beberapa tips mengerjakan soal IELTS, kemudian langsung mendaftar untuk tes di British Council. Jaman pilihan tes IELTS hanya ada Paper Based Test, sehingga saya gak punya pilihan lain.
Overall pengalaman tes IELTS Paper Based Test di 2017 menurut saya kurang menyenangkan. Firstly, karena total jumlah peserta yang terlalu banyak. Di hari tes saya, mungkin ada sekitar 100 orang di lokasi tes. Jadi bisa dibayangkan ramenya seperti apa. Secondly, proses registrasi jadinya juga lama, harus antri panjang. Dua faktor tersebut udah cukup bikin saya gagal fokus dari awal. Thirdly, ketika sesi Listening, speakernya cuman 1 atau 2 gitu, ditaruh di pojokan atas, effort banget kalo mau dengerin dengan jelas di ruangan seluas itu. Mungkin karena di sesi tes seperti ini, saya butuh konsentrasi penuh, jadinya ngrasa kurang nyaman aja dengan suasana tes IELTS Paper Based Test yang terlalu ramai. O iya, di sesi terakhir, yaitu Speaking, saya kebetulan dapet jadwal keesokan harinya di Kantor British Council. Sayangnya saat itu saya dapet examiner yang kurang ramah. Sepanjang sesi Speaking, beliau datar banget, bahkan cenderung cemberut. Jadinya bikin saya makin nervous. It was my first attempt at the IELTS test and I got an overall 5.5. Previously, I was surprised with the result. But after I tried to convert the score into TOEFL ITP, I started to understand it was basically in the same level.
So, there was nothing wrong with the test. Memang level Bahasa Inggris saya segitu, jadi ya mau gimana lagi. Tapi jika dikaitkan dengan pendaftaran beasiswa dan universitas, tentu nilai saya belum memenuhi. At the time, I decided to take a break for a while, then thinking about the next strategy. Sambil maju mundur buat daftar beasiswa, akhirnya motivasi saya muncul lagi di tahun 2019 ketika saya lolos beasiswa AAS Short Term Awards. Sekitar April 2019, saya kembali mencoba peruntungan apply beasiswa AAS Long Term Awards Intake 2020. Namun karena sertifikat Bahasa Inggris saya udah expired semua, akhirnya saya mengambil tes IELTS (namun kali ini Computer Delivery atau CD version) di IDP Pondok Indah, Jakarta Selatan. Saya bener-bener seneng waktu pertama denger tes IELTS udah ada versi komputernya. Selain proses pelaksanaan tes yang jauh lebih nyaman daripada Paper Based Test, hasil tes juga keluar lebih cepat yaitu 3-5 hari setelah tes. Sedangkan untuk versi paper bisa sampai 2 minggu baru keluar. And in my second IELTS test, I got an overall 6.0. To be honest, it was a good news as I saw an improvement in terms of my English skill. I used the IELTS score to apply for AAS Intake 2020. Although I failed to pass the selection process, I did really my best.
Gak bisa dipungkiri, kenaikan score IELTS saya dari tahun 2017 ke tahun 2019 mungkin juga dipengaruhi oleh kegiatan saya sehari-hari, dimana mulai tahun 2018 pekerjaan kantor saya mulai berhubungan dengan relasi dari negara lain. Selain itu pengalaman saya ikut AAS Short Term Awards juga berkontribusi cukup banyak karena saya jadi punya kesempatan komunikasi dalam Bahasa Inggris dengan pihak-pihak terkait dalam program pelatihan. Saya juga sempat 2 minggu stay di Australia untuk ikut pelatihan AAS Short Term Awards. Semua hal tersebut sangat membantu.
Berhubung saya masih gagal di aplikasi beasiswa, jadinya saya berusaha membulatkan tekad dan memperkuat motivasi. I think, 2019 was my turning point. Saya kembali bersemangat dan mungkin jauh lebih niat lagi mempersiapkan aplikasi beasiswa. Awalnya saya ragu, apakah dengan nilai IELTS overall 6,0, saya bisa lebih mudah mendapatkan beasiswa. Mengingat syarat pendaftaran kampus saja kebanyakan minimal overall 6.5 with no band under 6. Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk fokus mencapai target nilai IELTS terlebih dahulu. Menurut saya, ketika target nilai IELTS tercapai, pintu rejeki beasiswa insyaallah akan terbuka dengan lebih luas.
Dari kegagalan yang ada sebelumnya juga, saya mencoba untuk melakukan evaluasi. Dan salah satu evaluasi dari IELTS Journey saya adalah sepertinya saya memang gak bisa belajar IELTS sendiri. Khusus untuk kemampuan bahasa, saya lebih nyaman belajar bareng temen atau ikut les. Itu sebabnya, di bulan Oktober 2019 saya mengambil IELTS Preparation Course dengan durasi 2 minggu di IALF Kuningan. Selama les, saya mulai memahami tentang karakteristik tes IELTS sambil belajar dari temen les sekelas yang udah punya pengalaman tes IELTS sebelumnya. Ketika les berakhir, saya langsung ambil tes IELTS lagi di lokasi yang sama sebelumnya, IELTS CD di IDP Pondok Indah, Jakarta Selatan. And guess what? I got an overall 6.0 again in my third attempt. I wondered, what's going on? No improvement this time. Padahal saya udah belain ambil les IELTS. Sebenernya nilai Writing saya naik dari sebelumnya 5.5 jadi 6.0. Tapi ya band score section lainnya gak terlalu naik signifikan, jadinya masih stuck di overall 6.0.
Saat itu sempet pengen nyerah juga. Ternyata seberat ini ya perjuangan mencapai target score IELTS. Udah ambil les juga tetep masih stuck. Padahal ketika itu target saya cuman overall 6.5 with no band under 6. Namun karena saya merasa udah di tengah-tengah perjuangan, sayang banget kalo harus stop. Saya kembali melakukan evaluasi diri. Mungkin memang les 2 minggu itu belum cukup buat saya yang masih buta tentang IELTS. Jadinya saya mempertimbangkan untuk kembali ambil IELTS Preparation Course di IALF, namun kali ini program yang lebih lama yaitu 5 weeks. Saya memilih IALF lagi karena udah nyaman buat les di situ. Lokasinya strategis di pusat kota Jakarta, jadi bisa sekalian pulang kantor langsung berangkat les. Selain itu fasilitas dan ruang les yang sangat nyaman, ada library dengan koleksi buku Bahasa Inggris lengkap. Gak jarang saya memanfaatkan waktu luang sebelum mulai les atau setelahnya dengan stay di library untuk sekedar latihan soal-soal IELTS. Well, 5 minggu sebenernya juga gak kerasa, tau-tau kelar. Hingga tiba saatnya saya tes IELTS untuk ke-empat kalinya. Huff, super deg-deg an sebenernya. Karena kalau saya gagal mencapai target kali ini, artinya harus usaha jauuuh lebih keras lagi. Tgl. 7 Desember 2019 saya ambil tes IELTS CD di IDP Pondok Indah juga. Tiga hari kemudian, saya udah bisa cek hasil secara online and finallyyy, I got an overall 7.0. Alhamdulillah, memang hasil gak menghianati usaha.
Dengan menggunakan hasil IELTS terakhir tersebut, saya jadi makin semangat apply beasiswa. Dan emang bener yang saya bilang sebelumnya, ketika nilai IELTS beres, insyaallah pintu-pintu rejeki beasiswa semakin terbuka lebar. IELTS overall 7.0 ini juga yang mengantarkan saya lolos beasiswa AAS Long Term Awards Intake 2021. Alhamdulillah..
But wait, IELTS Journey saya belum selesai sampai di sini lho, hehe.. Untuk tahap selanjutnya setelah dinyatakan lolos beasiswa AAS, saya wajib mengikuti Pre-Departure Training (PDT) AAS dimana ketika PDT selesai, saya harus mengikuti tes IELTS lagi untuk syarat pendaftaran kampus, karena membutuhkan hasil score IELTS terbaru. Mengikuti PDT AAS secara virtual menjadi tantangan baru bagi saya. Meskipun PDT AAS gak melulu belajar IELTS, namun tetep aja, tanpa ada interaksi fisik secara offline dengan teman-teman, rasanya ada yang kurang. Ditambah berbagai faktor tak terduga yang turut serta mempengaruhi seperti burn out di sela-sela jadwal pelatihan. Mungkin baru kali ini saya ngrasa super takut kalau nilai IELTS saya di akhir PDT AAS nanti justru turun atau bahkan gak mencapai target overall 6.5 with minimum no band under 6. Memang gak ada yang mudah selama pandemi. But then again, we just need to do the best, and let God do the rest.
Di awal Oktober kemarin, saya mulai mengambil tes IELTS, bisa dibilang ini yang ke-lima. Meskipun kali ini tujuannya sedikit berbeda, yaitu untuk pendaftaran kampus, saya tetap berdoa semoga diberikan kemudahan dan kelancaran. Saking ati-atinya saya sampe beneran jaga makan seminggu sebelum tes. No more spicy food and sugary beverages. Biar hari H gak sakit perut. Istirahat juga diusahakan lebih teratur. Abis kelas PDT, saya udah gak pegang materi IELTS dan memilih untuk tidur cukup. Semuanya demi hari H tes biar lebih lancar. Dan akhirnya hari H tiba, it was my first IELTS test during the pandemic. Tentu pengalamannya sedikit berbeda. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar, meskipun saya sadar ada beberapa hal yang menurut saya kurang maksimal. Sekitar tiga hari kemudian, saya cek hasil IELTS secara online dan surprisingly, I got an overall 7.5. Masyaallah, bener-bener gak nyangka, sekali lagi, hasil gak menghianati usaha. I was over the moon when the first time I found my IELTS score. Sangat bersyukur, karena IELTS Journey saya mengalami perkembangan positif secara perlahan dari masa ke masa. Maybe this is what we call "The power of dream."
-&-
Nothing is impossible as long as you believe, work hard and never give up.