Sang Legenda (Eps 1)
10.17Masa kecil adalah masa yang dipenuhi dengan imajinasi. Cerita dongeng menjadi favorit kala duduk di bangku sekolah. Bukan tentang apa yang diceritakan, namun tentang siapa yang menjadi tokoh cerita. Jika dulu kita terlalu akrab dengan Sang Kancil yang hobi banget mencuri timun, sekarang kita mulai disajikan cerita yang berbeda.
Dua kali sudah saya resmi
menginjakkan kaki di tanah Flores. Meski baru mencicipi pesona alam dan budaya
Flores yang ada di Labuan Bajo, namun semangat saya tidak pernah surut untuk
menapak tilas ke daratan yang lebih luas. Pulau Komodo adalah primadona papan
atas di Labuan Bajo. Saya kurang paham apa menariknya tempat ini. Sampai-sampai
banyak banget yang berbondong-bondong datang dari luar kota, luar pulau bahkan
luar negeri hanya untuk singgah beberapa saat di sini. Hingga akhirnya rasa
penasaran saya akhirnya terbunuh juga ketika saya mendapat amanah untuk
mengunjungi Labuan Bajo di tahun 2016, bukan hanya sekali tapi dua kali. Amanah
yang membuat saya semakin yakin bahwa diri ini benar-benar telah jatuh hati
dengan Tanah Flores.
Kata orang, Indonesia timur itu
jauh, panas, tapi ngangenin, bikin pengen balik kalau udah sekali ke sana.
Namun bagi saya, Indonesia timur gak cuman bisa bikin hati berbunga-bunga, tapi
seluruh indera akan menikmati refleksi keindahan yang dirasa, didengar dan
dilihat. Mata kita akan selalu disajikan dengan rerumputan hijau yang bikin
adem saat musim penghujan dan coklatnya rumput di savana kering saat musim
kemarau. Lidah kita dijamin bakal ketagihan saat mengecap lezatnya kuliner seafood segar di pinggiran pelabuhan
Labuan Bajo. Telinga kita akan gak akan bosan mendengarkan kemeriahan deburan
ombak dari Laut Flores. Kaki-kaki ini boleh berpijak ke bukit manapun, namun
kedua tangan akan terus membantu menahan, berpegangan pada sanggah terdekat agar
kita bisa mencapai puncak bukit terdekat dan menatap alam di sekitar. Hati kita
tak mau kalah, meresapi ketenangan saat duduk bersila di atas kapal, di antara
langit dan lautan biru, ada daratan panjang yang membelah.
Musim terbaik mengunjungi Labuan
Bajo adalah pada saat musim kemarau, yaitu sekitar bulan April-Oktober. Hal ini
dikarenakan ketika musim kemarau kondisi alam cukup bersahabat terutama untuk
melakukan perjalanan dan menikmati alam sekitar. Rerumputan di bukit-bukit
berwarna kuning kecoklatan ala savana di Afrika. Ombak di laut masih cukup
tenang. Dan yang paling penting kesempatan untuk naik bukit dan berkeliling
menjadi lebih luas, lebih puas. Saya sendiri mendapatkan kesempatan untuk
mengunjungi Labuan Bajo pada bulan April dan Oktober. Dua bulan itu adalah
bulan peralihan. April merupakan peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.
Sedangkan bulan Oktober adalah peralihan musim kemarau menuju musim hujan. Tapi
justru di bulan April dan Oktober itulah saya bisa mendapatkan pemandangan yang
berbeda namun sama-sama mempesona.
Perjalanan Jakarta-Labuan Bajo umumnya
dapat tempuh selama 5 jam 10 menit dengan 1 kali transit di Denpasar, Bali
selama 1 jam 45 menit. Sedangkan Labuan Bajo-Jakarta biasanya bisa ditempuh
dengan waktu yang lebih singkat yaitu 4 jam 40 menit, 1 kali transit juga di
Denpasar, Bali dengan durasi transit lebih pendek tentunya. Tapi jangan
khawatir karena sekarang salah satu maskapai penerbangan Indonesia sudah ada
yang menyediakan penerbangan langsung dari Jakarta-Labuan Bajo PP dengan total
waktu perjalanan hanya cukup ditempuh selama 2 jam 25 menit untuk
masing-masing. Buat kalian yang berdomisili di luar Jakarta, bisa kok tetep
melancong ke Labuan Bajo. Cukup cari transportasi terdekat ke Bali, nanti
tinggal lanjut ke Labuan Bajo via pesawat atau kapal.
Sebenarnya ada satu motivasi
terbesar saya pengen banget ke Labuan Bajo. Saat pertama kali masuk ke
ruangan-ruangan di kantor tempat saya bekerja saat ini, ada patung hewan mirip
kadal raksasa yang senantiasa nangkring di pojok-pojok ruangan. Gak cuman miniatur,
tapi lukisan, poster, artikel, majalah, hewan ini tersebar dimana-mana dan
sukses bikin saya bertanya-tanya. Kalau diperhatikan dengan seksama memang
hewan ini terlihat seperti reptil dengan kulit yang kasar berwarna gelap, kaki
pendek dan memiliki bentuk kepala dan ekor seperti kadal. Ada beberapa miniatur
dengan pose menjulurkan lidah, bikin makin mirip banget sama kadal namun dengan
ukuran yang jauh lebih besar, bisa sebesar buaya mungkin ya untuk versi dewasa.
Dari keeksisannya itulah, tanpa sengaja saya berikrar dalam hati, suatu hari
nanti saya akan mengunjungi habitat hewan ini, yaitu Labuan Bajo.
to be continued..
0 comments